BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar falsafah
Negara, pandangan hidup dan moral bangsa Indonesia, yang terdiri dari
nilai-nilai yang menjadi norma atau pedoman tingkah laku manusia dan Negara
Indonesia, adalah bagian inti jiwa kebudayaan nasional Indonesia dan landasan
ideal pengembangannya. Berkat Pancasila dalam pengembangan kebudayaan itu,
kebudayaan nasional Indonesia menjadi semacam panglima bagi seluruh kehidupan
masyarakat dan negara yang mengarahkan dan memimpinnya untuk mencapai
tujuannya, yaitu kesejahteraan lahir selengkap mungkin bagi setiap dan semua
warganya.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu
yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah
tersebut. Keanekaragaman jenis budaya yang ada di Indonesia juga terjadi karena
adanya pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar yang dapat mempengaruhi
proses asimilasikebudayaan yang ada di Indonesia. Perkembangan dan meluasnya
agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan
Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau
tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok
suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban,
tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika”
, dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu
kepada keanekaragaman kelompok suku bangsa semata namun kepada konteks
kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan banyaknya jumlah
kelompok suku bangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok
masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah
masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman
perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan
semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi
pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat
dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan
dengan keragaman kebudayaan. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus
konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di
Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki
dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka
kami merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana hubungan antara
Pancasila dengan keanekaragaman budaya Indonesia?
2.
Bagaimana pengaruh budaya luar
terhadap budaya Indonesia?
3.
Konflik apa yang muncul dengan
adanya keanekaragaman budaya di Indonesia dan bagaimana solusi yang diberikan
Pancasila terhadap konflik tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini
antara lain :
1.
Untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara Pancasila dengan keanekaragaman budaya di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui pengaruh budaya luar terhadap
budaya Indonesia.
3.
Untuk mengetahui
konflik-konflik yang muncul dengan adanya keanekaragaman budaya di Indonesia
dan bagaimana solusi yang diberikan Pancasila terhadap konflik tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hubungan Antara
Pancasila Dengan Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Indonesia memiliki budaya yang
unik dan berbeda-beda. Namun tanpa alat pemersatu bangsa yaitu Pancasila, maka
perbedaan tersebut akan membuat bangsa Indonesia terpecah belah. Oleh karena
itu Pancasila dijadikan sebagai paradigma pengembangan kebudayaan Indonesia.
Artinya, Pancasila dijadikan asumsi-asumsi dasar dalam pengembangan kebudayaan
Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan inti kebudayaan Indonesia yang
mengandung nilai-nilai budaya Indonesia.
2.1.1. Pancasila Inti
Kebudayaan Indonesia
Dalam artinya yang
lengkap kebudayaan adalah keseluruhan pikiran, karya dan hasil karya manusia
sebagai anggota masyarakatnya yang tidak berakar pada nalurinya dan hanya dapat
dikuasai atau dihasilkannya dalam suatu proses belajar. Dalam arti ini
kebudayaan adalah ungkapan kehidupan manusia dan masyarakatnya yang mengolah
alam lingkungannya untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dan
mencakup segala perbuatan manusia. Dengan demikian kebudayaan bukanlah
semata-mata sekumpulan barang dan karya kesenian, buku, bangunan dan lain
sebagainya, melainkan juga dan pertama-tama kegiatan manusian membuat alat-alat
dan benda-benda tersebut, adat-istiadat, tata cara, cara mengasuh anak,
sistem-sistem sosial, pranata-pranata sosial dan lain sebagainya. Termasuk pula
kegiatan manusia mengadakan pembaruan-pembaruan di segala bidang guna
meningkatkan mutu hidupnya. Ciri khasnya ialah kemampuan manusia untuk belajar
dan menemukan sesuatu baru demi perbaikan hidupnya. Oleh sebab itu kebudayaan
dapat dibatasi sebagai keseluruhan penemuan manusia demi perbaikan hidup
manusiawi. Kebudayan harus selalu mempunyai nilai hidup, artinya harus selalu
mengabdi kepada kehidupan manusiawi. Dalam rangka meningkatkan mutu hidup itu,
manusia menciptakan teknik-teknik dan organisasi-organisasi termasuk negara
untuk meningkatkan efisiensi kerja guna mencapai hasil sebanyak mungkin dengan
tenaga yang tersedia. Manusia selalu berusaha memperbaiki keduanya itu dalam
pembaruan-pembaruan dan penemuan-penemuan baru.
Setiap kebudayaan
terdiri atas banyak unsur yang biasa dibagi dalam tujuh kelompok yang disebut
universalia budaya (cultural universals) karena bersifat universal, yaitu
peralatan dan perlengkapan hidup manusia atau teknologi, mata pencarian dan
sistem-sistem ekonomi,sistem-sistem sosial, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan
dan religi termasuk moralnya. Berkat semuanya itu manusia dapat hidup aman dan
mengembangkan dirinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batinnya.
Dalam penjelasan pasal
32 UUD 1945 ditandaskan bahwa “kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.” Dengan perkataan lain,
subyek kebudayaan nasional Indonesia
adalah seluruh bangsa Indonesia,
bukan suku bangsa ini atau suku bangsa itu. Secara tersirat itu berarta bahwa
kebudayaan nasional Indonesia baru muncul dengan terbentuknya bangsa Indonesia.
Sebelumnya yang ada ialah kebudayaan-kebudayaan daerah. Dengan demikian
kebudayaan nasional Indonesia masih muda dan sedang pada tahap penyusunan dan
pengembangan, biarpun unsur-unsurnya sudah tua. “Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa,” demikian penjelasan pasal 32 UUD 1945
tersebut lebih lanjut. Artinya, kebudayaan nasional Indonesia terdiri atas
unsur-unsur kebudayaan daerah yang dapat dinilai sebagai puncak-puncaknya.
Unsur-unsur yang baik diambil alih dan dikembangkan, sedangkan unsur-unsur yang
kurang baik secara berangsur-angsur disingkirkan. Dalam GBHN 1978 ditetapkan
sehubungan dengan Wawasan Nusantara : “ Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah
satu; sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan Budaya
Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa seluruhnya.”
Dengan demikian kebudayaan nasional Indonesia adalah bhineka tunggal ika, satu
tetapi beraneka ragam.
Nilai-nilai moral yang
tekandung dalam Pancasila adalah bagian inti kebudayan nasional Indonesia itu.
Moral Pancasila bukanlah semata-mata satu bagian di samping bagian-bagian lain
kebudayaan kita, melainkan bagian inti
dan jiwanya. Moral Pancasila mengarahkan kebudayaan kita pada tujuannya dan
memberikan dimensi manusiawi kepadanya. “Bentuk-bentuk kebudayaan sebagai
pengejawantahan Pribadi Manusia Indonesia harus benar-benar menunjukkan nilai
hidup dan makna kesusilaan yang dijiwai Pancasila,” demikian ditetapkan dalam
GBHN 1978 tersebut. Berkat peranan Pancasila itu kebudayaan nasional Indonesia akan dapat memegang peranan yang
diharapkan, yaitu sebagai panglima
kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam arti ini kebudayaan nasional dapat berfungsi sebagai strategi kehidupan
masyarakat dan negara Indonesia dan secara demikian menjamin tercapainya
tujuan-tujuan nasional kita.
2.1.2. Pancasila Dasar
Pengembangan Kebudayaan
Oleh sebab itu Moral Pancasila
adalah juga dasar atau landasan ideal pengembangan kebudayaan nasional
Indonesia. Sesuai dengan itu dalam GBHN 1978 “Kebudayaan nasional terus dibina
atas dasar norma – norma Pancasila dan diarahkan pada penerapan nilai – nilai
yang tetap mencerminkan kepribadian bangsa dan meningkatkan nilai – nilai
luhur”.
Pertama – tama hal itu berarti bahwa Moral Pancasila merupakan pedoman evaluasi dan seleksi atau penyaringan unsur- unsur
budaya yang digunakan untuk menyusun dan mengembangkan kebudayaan kita. Unsur –
unsur dari kebudayaan daerah yng bertentangan dengan Pancasila harus ditolak
dan disingkirkan secara berangsur – angsur, sedangkan unsur – unsurnya yang
sesuai dengan sila – silanya dipelihara dan dikembangkan. Oleh sebab itu
ditandaskan dalam GBHN bahwa “perlu ditiadakan dan dicegah nilai – nilai sosial
budaya yang bersifat feudal dan kedaerahan yang sempit”. Hal itu juga berlaku
bagi unsur – unsur kebudayaan – kebudayaan asing. Dalam pembentukan kebudayaan
nasional Indonesia kita harus terbuka. Dalam penjelasan pasa 32 UUD1945
ditandaskan bahwa usaha kebudayaan kita “tidak menolak bahan – bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.
Dengan perkataan lain, kita harus menolak unsur – unsur yang bertentangan
dengan Pancasila tetapi bersedia menyerap unsur – unsur positif yang sesuai
dengan sila – silanya. Sehubungan dengan itu dalam GBHN 1978 ditandaskan
“Dengan tumbuhnya kebudayaan nasional yang berkeribadian dan berkesadaran maka
sekaligus dapat ditanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif, sedang di
lain pihak ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai
– nilai dari luar yang positif dan yang
memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan.
Semuanya itu berarti
bahwa kita harus terbuka untuk akulturasi.
Dari sejarah kita tahu bahwa kebudayaan yang menutup dirinya dan menolak
pertukaran dengan kebudayaan – kebudayaan lain biasanya macet dan ketinggalan
jaman. Akulturasi adalah perlu bagi setiap kebudayaan, tidak hany untuk
berkembang tetapi juga untuk bertahan. Pancasila adalah hasil akulturasi serupa
itu seperti ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Hari Ulang Tahun ke-24
Parkindo di Surabaya tanggal 15 Nopember 1969: “Pancasila sebenarnya bukan
lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang
panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan Bangsa kita sendiri, melihat
pengalaman bangsa – bangsa lain, diilhami oleh ide – ide besar dunia, dengan
tetap berakar pada kepribadian Bangsa kita sendiri dan ide besar Bangsa kita
sendiri”. Dengan perkataan lain, Pancasila adalah pusaka lama yang tumbuh dari
jiwa dan kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi telah berkembang di bawah ilham
ide – ide besar dunia sehingga dapat menjadi dasar falsafat negara modern, lagi
pula berfungsi sebagai pangkal pembaruan lebih lanjut untuk membangun masadepan
bangsa yang lebih baik. Pancasila menolak pendirian sempit yang enggan
mengambil unsur – unsur asing, tetapi juga menolak pendirian ekstrem lainnya,
yang terlalu bersemangat untuk meniru segala sesuatu yang dating dari dunia
Barat dan mengacaukan modernisasi dengan westernisasi. Hal ini ditandaskan oleh
Presiden Soeharto pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-25 Univesitas
Gajah Mada tanggal 19 Desember 1974 sebagai berikut: “Dan jika dikatakan bahwa
pembangunan memerlukan pembaharuan, maka pembaharuan”
2.1.3. Nilai-Nilai
Kebudayaan yang Terkandung Dalam Sila-Sila Pancasila
Apabila dicermati,
sesungguhnya nilai – nilai Pancasila itu memenuhi kriteria puncak – puncak
kebudayaan dengan segala fungsinya. Nilai
pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa jelas sangat luas persebarannya di
kalangan masyarakat Indonesia yang majemuk dengan keanekaragaman kebudayaannya.
Dapat dikatakan bahwa tidak satupun suku bangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Mengenai sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab juga merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warga
negara Indonesia tanpa membedakan asal – usul kesukubangsaan, kedaerahan maupun
golongannya.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia juga merupakan salah satu puncak kebudayaan
yang mencerminkan nilap budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk
di kepulauan Nusantara untuk mempersatukan diri mereka sebagai satu bangsa yang
berdaulat.
Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan menceminkan nilai budaya yang luas
persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia yang menghargai tinggi
kedaulatan rakyat untuk melakukan kesepakatan dalam mencari kebijaksanaan lewat
musyawarah. Nilai-nilai budaya yang menghargai kepentingan kolektif lebih
tinggi daripada kepentingan individu itu merupakan gejala yang universal dan
relevan sebagai kendali dalam menghadapi perkembangan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia tidak
perlu dijelaskan lagi, betapa sesungguhnya nilai-nilai keadilan itu menjadi
landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan, kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial
Dengan demikian jelaslah
bahwa Pancasia itu.harus diperlukan bukan sekedar sebagai ideologi politik,
melainkan sebagai nilai budaya inti (core
value) yang menjiwai kehidupan dan berfungsi sebagai motor serta symbol
pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk Indonesia yang sedang mengalami
perkembangan. Sebagai perangkat nilai inti, Pancasila tidak hanya akan
berfungsi sebagai kerangka acuan bagi segenap warga negara dalam menghadapi
tantangan, melainkan juga sebagai kendali yang mengikat arah perkembangan
kebudayaan agar tidak terlepas dari akarnya. Sementara itu sebagai simbol
pengikat persatuan, Pancasila yang terwujud sebagai konfigurasi perangkat nilai
budaya inti yang diyakini kebenarannya sebagai acuan bersama, mempunyai
kekuatan integratif dalam masyarakat majemuk yang mempunyai aneka ragam latar
belakang kebudayaan. Oleh karena itu ia harus diwujudkan secara nyata dalan
pengembangan kebudayaan bangsa yang akan berfungsi sebagai acuan bagi
masyarakat dalam menyelanggarakan kehidupan sehari-hari maupun dalam menggapai
tantangan kemajuan.
Mengingat arti
pentingnya Pancasila sebagai kerangka acuan yang memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa, ia harus “dilestarikan” secara aktif melalui proses pendidikan
dalam arti luas. Nilai – nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh (integrated value) harus diutamakan dan
dikukuhkan dalam kehidupan masyarakat sehari – hari dan bukannya untuk
dihafalkan unsure – unsurnya secara lepas, apabila dipuja – puja sebagai
sesuatu yang sakti. Perlakuan nilai – nilai inti Pancasila secara lepas hanya
akan memicu fanatisme dan memancing konflik sosial, politik dan kebudayaan yang
semakin tajam dikalangan masyarakat majemuk yang cenderung memilih pengutamaan
salah satu nila inti sebagai simbol integratif kelompok sosial masing – masing.
Sementara itu pemuja Pancasila sebagai rumusan etos budaya bangsa yang sakti
atau sacral, hanya akan menambah jauh nilai – nilai budaya inti dari kehidupan
nyata para pendukungnya. Oleh karena itu Pancasila harus diterjemahkan sebagai
kerangka acuan bagi perkembangan pranata sosial dan pengembangan sikap serta
pola tingkah laku masyarakat dalam menghadapi tantangan hidup yang penuh
dinamika.
2.2. Pengaruh Budaya Luar
Terhadap Budaya Indonesia.
Kebudayaan Indonesia
walau beranekaragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh
kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan
Kebudayaan Arab. Kebudayaan India masuk dari penyebaran agama Hindu dan Budha
di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk.
Dari waktu ke waktu
budaya barat semakin marak dan diserap dengan mudah oleh masyarakat kita. Tidak
peduli budaya itu merusak ataukah tidak, namun nampaknya masyarakat kita lebih
suka menghadapi budaya-budaya luar itu daripada melestarikan budaya tanah airnya
sendiri. Hal ini harus bisa disikapi dengan seksama karena bila kebiasaan ini
terus berlangsung tanpa proses penyaringan dan pengontrolan, maka dapat
dipastikan bahwa budaya Indonesia akan hilang lenyap tinggal nama.
Permasalahan ini timbul
bukan karena faktor luar, namun timbul dari diri pribadi masing-masing warga
masyarakat yang seakan malu dan menganggap kuno budayanya sendiri. Beberapa
contoh budaya asing yang sangat negatif namun telah marak di Indonesia yaitu
freesex, pengkonsomsian narkoba, dan abortus. Freesex ini bukan hanya dilakukan
oleh orang dewasa saja, namun dari golongan remajalah yang sekarang ini marak
diberikan misalnya saja kasus Itenas 1). Pengkonsomsian narkoba
dilakukan orang barat untuk merilekskan pikiran mereka dari berbagai macam
kerumitan hidup, untuk menambah stamina, semangat, dan kreatifitas saat bekerja
itupun dengan dosis aman bagi mereka. Namun di Indonesia mengkonsumsi narkoba
adalah ajang coba-coba dan cara menghilangkan stres tanpa mengetahui kandungan
zat berbahaya yang ada di dalamnya. Sehingga tidak jarang kasus kematian,
tindak kriminal dan kenakalan remaja yang disebabkan benda haram tersebut.
Kasus abortus ini sebenarnya tidak terlalu jauh hubungannya dengan kasus
freesex inilah banyak kaum wanita yang hamil di luar nikah dan karena rasa malu
kebanyakan para wanita itu melakukan aborsi. Selain dibenci oleh Tuhan,
kegiatan ini dapat mencelakai pihak wanita itu sendiri. Namun, selain mempunyai
sisi negatif budaya barat juga memnpunyai pengaruh positif pada budaya
Indonesia, misalnya dalam bidang IPTEK, pembangunan, dsb, yang tentunya
kesemuanya itu tidak terlepas dari pengawasan Pancasila sebagai paradigma
kehidupan di Indonesia 2).
Dalam penjelasan di atas jelas sekali bahwa kebudayaan luar sangat
berpengaruh pada kebudayaan Indonesia, tinggal bagaimana cara kita menyaring
dan menyeleksi budaya-budaya luar itu agar tidak merusak budaya kita. Budaya
luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa dapat diterapkan guna memperkaya
budaya Indonesia. Sedangkan budaya luar yang tidak sesuai hendaknya kita buang
jauh-jauh agar tidak menjadi kebiasaan yang buruk di masyarakat.
2.3. Konflik yang Muncul Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya
Indonesia dan Solusi yang Diberikan Pancasila Dalam Mengatasi Konflik
Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari
kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak,
serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti mereka”. Konflik antarbudaya
ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian
yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan
tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak
dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan
gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya
perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi
yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi relative1 di masyarakat.
Konflik perlu dimaknai
sebagai suatu jalan atau sarana menuju perubahan masyarakat. Keterbukaan dan
keseriusan dalam mengurai akar permasalahan konflik dan komunikasi yang baik
dan terbuka antarpihak yang berkepentingan merupakan cara penanganan konflik
yang perlu dikedepankan. Adanya data dan informasi yang jujur dan dapat
dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan merupakan syarat bagi terjalinnya
komunikasi di atas. Keragaman budaya yang ada bisa juga berarti keragaman
nilai-nilai. Keragaman nilai bangsa kita seharusnya dipandang sebagai modal
bangsa, bukan sebagai sumber konflik.
2.3.1. Konflik yang Muncul
Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya Indonesia.
Kesalahan budaya sering terjadi di Indonesia masa kini karena banyak pemimpin
Indonesia menggunakan ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi
masalah-masalah di wilayah budaya lain. Kesalahpahaman atau konflik yang timbul akibat
adanya keanekaragaman budaya di Indonesia antara lain konflik Ambon, Poso,
Timor-Timor dan konflik Sambas.
Masyarakat
Ambon misalnya, umumnya mereka adalah kelompok masyarakat yang statis. Mereka lebih suka menjadi pegawai negeri, menguasai lahan tempat
kelahirannya, juga memiliki ladang dan pengolahan sagu. Berbeda dengan
masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki lahan, mereka
sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan cepat. Pada umumnya mereka
adalah pedagang. Keadaan ini menyebabkan masyarakat Bugis banyak menguasai
bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan finansial mereka lebih besar
yaitu lebih kaya. Sedangkan warga lokal (Ambon) hanya bisa menyaksikan tanpa
mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini kian hari kian bertambah dan
menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah meledak. Sepertinya konflik
Poso pun berlatar belakang hampir sama dengan konflik Ambon. Hal sama juga
terjadi di Timor-Timor. Ketika Tim-Tim masih dikuasai di Indonesia, masyarakat
Tim-Tim yang statis tidak bisa berkembang. Sedangkan warga pendatang, yang
umumnya bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa ini berbagai bidang ekonomi,
sehingga terjadi kecemburuan sosial. Kondisi serupa terjadi di Sambas. Konflik
yang terjadi karena suku Madura yang menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi
setempat.
Untuk
mengantisipasi konflik-konflik di masa yang akan datang, masyarakat yang
berpotensi tunggal seperti itu harus didorong untuk ikut beradaptasi dengan
masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian konflik-konflik
perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan. Pendekatan yang mungkin
dilakukan adalah pendekatan budaya- politik. Pendekatan budaya dapat dilakukan
dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya kelomok-kelompok masyarakat yang
berupa nilai-nilai yang mereka yakini, pelihara dan pertahakan, termasuk
keinginan-keinginan yang paling dasar.
Untuk
menanamkan nilai-nilai budaya nasional pada generasi penerus bangsa,
instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang pendidikan karakter dan
budi pekerti bangsa di sekolah-sekolah. Tujuannya,
untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus
globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya
konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.
2.3.2. Solusi yang Diberikan Pancasila dalam Mengatasi Konflik
Nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila merupakan tuntunan dan pegangan dalam mengatur
sikap dan perilaku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang menjadi sumber moral dan menjelma dalam wujud yang
beraneka ragam kebudayaan daerah dapat dikembangkan dalam rangka memperkaya
nilai-nilai pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai
tersebut adalah nilai baru yang tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia yang
sedang membangun, yang sedang teruji sebagai nilai luhur yang perlu
dikembangkan. Dalam konteks pengembangan nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarakat terhadap
nilai-nilai yang ada sebagai akibat dinamika yang terjadi dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
Pancasila yang digali
dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita sebagai
bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras, yang
bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan Indonesia harus dijaga sebaik
mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat.
Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang
mengancam kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut hingga
saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas.
Selama ini Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi
dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan. Hal inilah yang
mengakibatkan peselisihan dan menimbulkan konflik.
Didalam pancasila
terdapat nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi atas
masalah yang terjadi dalam negara Indonesia kususnya masalah kemajemukan. Nilai-nilai
luhur pancasila tersebut tertuang dalam setiap butir-butir pancasila.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pancasila inti kebudayaan Indonesia yang
dijadikan dasar pengembangan kebudayaan karena di dalam sila – sila tersebut
terkandung nilai – nilai kebudayaan yang menjadi pedoman kita sebagai bangsa
Indonesia.
Kebudayaan
nasional Indonesia harus dibangun atas
dasar Moral Pancasila, maka dalam evaluasi dan seleksi unsur-unsur yang
digunakan untuk menyusun dan menyempurnakan kebudayaan nasional Indonesia.
Moral Pancasila adalah norma tertinggi. Unsur-unsur yang melanggar atau
merugikannya harus ditolak dan secara berangsur-angsur disingkirkan. Pancasila
harus menjiwai segala bidang kehidupan masyarakat dan negara dan dituangkan
dalam peraturan-peraturan perundangan yang mengaturnya.
Kebudayaan
Nasional Indonesia berorientasi pada manusia dengan menempatkannya sebagai
subjek dan tujuan kehidupan masyarakat dan negar. Kebudayaan kita harus
memungkinkan setiap dan semua warga masyarakat hidu wajar sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir dan batinnya selengkap
mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya.
Masyarakat
Pancasila yang kita cita-citakan pada hakikatnya adalah masyarakat manusiawi,
suatu masyarakat dimana martabat dan hak-hak asasi setiap warganya dijunjung
tinggi dan tersedia baginya
barang-barang dan jasa-jasa keperluan hidup secukupnya.
3.2. Saran
Jadikanklah
Pancasila sebagai pedoman hidup kita agar kebudayaan kita tetap lestari dan
berkembang sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan selalu berpedoman
pada Pancasila kita tunjukkanlah kembali identitas dan nilai-nilai kebudayaan
masing-masing suku-suku bangsa di tiap daerah di seluruh Indonesia yang sudah
mulai luntur, bahkan menghilang. Jadikanlah Pancasila sebagai alat pemersatu
bangsa Indonesia guna menghilangkan konflik antarbudaya yang kerap terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Darji, Darmodiharjo. 1989. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Lab.
Pancasila IKIP Malang.
Jamal, D. 1984. Pokok- Pokok Bahasa
Pancasila.Bandung : Remaja Karya CV Bandung.
Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta : Paradigma Yogyakarta
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1972. Pokok-Pokok
Pembahasan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Malang : Lembaga
Penerbitan IKIP Malang.
Margono, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila
Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan. Malang : UM
Situs Internet
·
www.google.com
1 komentar:
terimakasih ya infonya, sukses! :D
Posting Komentar